|
|
|
|
01 February 2007
|
Lelah
Tangisku dalam gemertak detik jam bergemuruh di telinga berdentang di sela hati yang terkapar sulitku bernafas dalam luapan kesedihan
Tatapku kosong menerawang langit merasakan dinginnya tempatku bersandar lelahku dalam bernafas lelahku berjuang di bumi
Kilatan kisah hidup berebut menyeruak otakku terasa penuh dan ingin meledak
debur ombak membawaku dalam angan berhenti menyalahi takdirku berhenti berbicara pada laut biarkan kebisuan menjadi kedamaian
Lelah Tuhan... diantara gerik jalan ini adakah kau tau aku teringsut, terseok? dan lelah ini semakin membuatku pasrah?
Entah... karena darah ini tak ingin berhenti atau karena egoku telah musnah diterjang sepinya malam?
Bunyi letusan itu masih terdengar keras Teriakan itu serasa akan menyudahi episode hidupnya Tapi saat aku mencoba meraba harapan Dia menghadiahkan aku hadiah terindah sebuah peluru di dada ini
Aku hanya bisa merangkulnya di detik penghabisan lakonnya Dan satu lakon lagi akan lenyap di bumi membawa kisah berdarah ini ke dalam terjangan dinginnya malam hanya bisa mencoba menerawang Takdir Tuhan
|
|
Oleh : constantio ketika 7:38 PM
|
1 Komentar
|
Kau datang pada mimpiku lagi, kenapa?
Bukankah waktu telah jauh ke depan, dan ada selimut yang membentang di sekujur tubuhku sebagai tanda aku menutup masa lalu, lantas haruskah dalam mimpi dia datang dengan cerita yang tak mungkin jadi nyata?
Bukankah dia tidak pernah kutemui lagi? masih harus adakah sisa-sisa istana beku itu disini? Bukankah aku telah berucap, akan menyudahi semua rasa ini?
Jika terlalu dalam cinta ini, kenapa Kau ciptakan rasa yang dapat membuatnya terlalu indah untuk dimusnahkan, terlalu sakit untuk membayangkannya, terlalu sulit untuk ditinggalkan.
Jika manusia telah membuat mataku tak bisa berpaling, hatiku sebeku es abadi. Adakah ada pangeran sejati disana yang bisa meluluhlantahkannya?
Petualangan cinta ini bagai ajang balas dendam, dari sebuah cinta tak berbalas, menghumbar cinta hampa, tatapan tanpa cinta, untaian kata cinta palsu, dan dekapan hangat yang sebatas membahagiakan tapi dari lubuk hati yang paling dalam, istana itu masih berdiri, setiap tahun menambahkan intan dan berlian untuk menambah pundi-pundi kerajaan,
haruskah istana terindah ini musnah begitu saja? sedangkan kau disana menciptakan istana nyata untuk sebuah keluarga sakinah dan kaupun tau betapa hancurnya hati ini walau kuurai dengan senyum walau dengan sejuta doa untukmu tulusku agar kau bahagia
Kalau saja kita tidak bertemu mungkin semua tidak akan seperti ini mungkin aku punya cerita lain yang bahagia merajut benang kasih abadi tanpa kecewa atau mungkin aku terjerat dalam kekerasan kota yang membuatku konyol untuk tidak bercinta
Lelah rasanya Aku lelah melihatmu dari kejauhan Lelah menjadi penonton setiamu Tapi aku tak sanggup kembali kakiku terasa lemas dan tak mampu kembali
Adakah yang dapat membangunkanku? Membawaku dari bioskop besar yang membuatku kadang muak? Setiap kau menyebutkan namanya, Taukah kau buat aku berdarah kembali walau candaku menutupi sakit ini
Saat kau tak ada disini Tanpa berbicara tentang permaisurimu aku merasa sepi ada rindu menghebat untuk kasih buta ini.
Dapatkah kau hilang dalam mimpiku kala aku sudah tak melihatmu lagi? Dapatkah kau tidak muncul disetiap pandanganku berbisik indah ditelingaku untuk menyebut namaku?
Aku ingin ini berakhir Aku ingin ada yang bisa menghancurkan istana ini biarkan ini berganti dengan istana lainnya lebih indah, lebih abadi, sederhana... dan membuatku bahagia....
|
|
Oleh : constantio ketika 7:17 PM
|
3 Komentar
|
Selamat Tinggal Sahabat
Aku menatap lelah ke arah rembulan, bertengger di batang pohon besar itu. Aku menunggumu dalam sepinya malam. Kaupun tiada pernah datang hingga sang mentari menyalami bumi.
Biasanya kau akan mencari bintangmu dalam hamparan ribuan bintang, bintang terang itu datang malam tadi, tapi dirimu tak pernah muncul. Akh... ada apa denganmu, sahabatku... Tak biasa kau mengingkari janjimu seperti kemarin.
Mentari menyadarkanku untuk pulang, sebelum sapaan panasnya membuat tubuhku terbakar. Aku mencarimu sebelum siang, dan berita tentangmu datang mengenaskan, kau pergi sahabat? kenapa? kenapa kau meninggalkanku? kenapa semua impian kita harus tertunda disini?
Akh... tapi apa daya, aku tak bisa menghentikan tangan Tuhan untuk menarikmu kembali. aku tak bisa memarahi Dia karena mengambilmu, sahabat mungkin jika kita tidak saling berjanji untuk melihat bintangmu, mungkin pagi ini aku tidak akan berpakaian duka, berdiri di depan makammu. Aku masih bisa melihat tatapanmu yang lembut, dan tawamu yang hangat.
Akh... sahabat... bilalah Tuhan mengijinkan kita bertemu terakhir kali, aku akan menghabiskan waktu bersamamu seindah mungkin, hingga akan terkenang selamanya...
Selamat tinggal sahabat....
|
|
Oleh : constantio ketika 7:15 PM
|
0 Komentar
| |
|
|
Puisi Sebelumnya
|
Arsip
|
|
|
|