|
|
|
|
26 May 2005
|
Oh Jakartaku
Ratapan kota menghentakku, memantulkan rintihan ke barisan gedung-gedung tinggi, seakan mereka ingin menggapai langit, dan deru kota menulikan telingaku yang lelah. Kupandangi wajah-wajah lesu pekerja itu yang berjalan dengan sisa-sisa tenaganya, menggeret langkah gontai, dan riuh suara mereka terendam suara gemuruh metropolitan.
Wanita-wanita malam berhamburan, menyodorkan surga dengan hamparan liuk tubuhnya, mereka tertawa dengan raut wajah tanpa sesal seakan menikmati jalannya. Torehan penaku menari, ku tersusuk memandang gerak-gerik Jakarta, bertanya "Wajahmu akan seperti apa besok, wahai Jakartaku ?"
Seorang hostest kecil menghampiriku dengan menghantarkan senyum genitnya, menarik lembut kertasku dan menghimpitnya dibagian "itu". Keningku menyirit marah, tanpa peduli ia langsung duduk dipangkuanku. Senyum jailnya cantik terpajang di wajah eloknya, menggerakkan bahasa tubuh yang menggairahkan. Ku hempas ia tak peduli, ringisannya mengejek dan menyeretku paksa ke rumah kosong, begitu tua dengan bau sejarah yang pekat, tepat di pinggir jembatan tak bertuan.
Kutatap gadis itu yang menghempaskan tubuhku ke sudut ruang gelap, tak terdengar lagi deru kota yang menangis. Dengan lapar ia menciumiku, menanggalkan setiap pembalut tubuh ini. Aku hanya terdiam, mematung tak bisa berfikir normal lagi ketika sentuhan itu membangunkan nafsuku. Ku meraung dalam kenikmatan, merajainya dengan gagah.
Ia terlalu muda untuk seorang penjaja, tetapi terlalu hebat untuk seorang pelacur malam ini. Kini bukan nafas kota yang memburu, deru nafas kami lebih punya arti, malam tanpa harga, malam gratisan dengan layanan mewah.
Perawan kecil ini masih haus, ia baru.... Barang bagus.... Mengapa harus aku yang dijadikan kelinci percobaannya ? Aku meraih tubuh kecil yang masih menanti kenikmatan, kudekap lebih erat, aku akanmembawanya pulang. Bukan untuk hiasan rumahku tetapi ia akan jadi ratu dalam hidupku.
Ku tak akan biarkan Jakarta, mencipta satu noda lagi, dia terlalu elok untuk sebuah kesalahan, terlalu cantik untuk Jakarta yang kejam dan terlalu mahal untuk lelaki hidung belang.
Jakarta.... Kurampas korbanmu, tak akan kubiarkan ia lari dengan menanggalkan semua harga dirinya, kini ia milikku, bukan karena malam hebat ini tapi ia terlalu indah untuk tidak aku miliki.
|
|
Oleh : constantio ketika 3:01 PM
| |
|
|
Puisi Sebelumnya
|
|
|
|
|
Post a Comment
<< Home